This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, November 27, 2017

Penakluk Sendiri

.
            Biarkan kali ini aku sendiri, mewarnai hidup dalam kelam bermuara dan sunyi menjalar, sebab perasaanku begitu kuat kaulah arti dari kesendirian. Kemarin kita bersama, menapaki canda tawa di persimpangan jalan, semacam drama film yang diskenariokan. Aku ingat  betul waktu itu.
Lalu kepergianmu begitu membuatku belajar sendiri, belajar kuat diatas serpihan-serpihan rindu. Senyumku masih muncul, walau dibarengi dengan air mata. karena aku sadar, aku tak bisa memanggilmu pada jarak yang terbilang jauh. Walau badanku rebah diatas sakit, aku tak bisa memanggilmu. Sudihkan kau di sana rindu kepadaku, masih sempat menjatuhkan air mata, ketika kenangan melintasi jalan pikiranmu, atau masih senyum ketika ingatan tentang aku yang jahil kala itu kepadamu.
                Kau tahu, aku menuliskan ini, di bawa rintikan hujan pelan jatuh ke tanah, dingin menyelimuti, lalu kamar kecil sebagai tempat peneduh. Seiring aku memanggil namamu, dengan suara pelan, semakin pelan, detik itu pun aku ingin kau ada di dekatku. Memetik mawar yang mekar untukku, menyandingkan kepalaku di pundakmu, merasakan kehangatan tubuhmu begitu menetramkan, kemudian jemari tak lepasa memegangmu.
                Percayalah, maka kamu tak merasakan sendiri, sebab itu obat penakluk sendiri, tenanglah kala suara hampir memarahimu, sebab suara yang keluar adalah suara cinta yang dalam, begitu mengalir dalam tubuh lalu mentranfusinya dalam hatimu. Janganlah meragu, pergilah mempelajari kepercayaan dianatar kisah yang terjalani, pergilah menanam bunga-bunga indah di atas derai hujan agar terlihat subur.  Pergilah mengetuk dirimu sendiri, agar kau yakin bahwa cinta yang hadir tak lain adalah cinta berakar dari rasa kemudian tumbuh bermuara dalam lubuk hati. Jika engaku mengabaikan maka percayalah ia akan mati dengan sendirinya, dan tumbuh kelain hati.
                Aku harap tidaklah terjadi, ini hanyalah sedikit kalimat yang kutuliskan agar kau tahu, aku tak bermain dengan hubungan. Tentunya engaku pun demikian.  Persiplah dirimu sebaik mungkin, agar kita siap meskipun di antara ganasnya ombak dan kemarau memakan hari, tak jemu menguraikan ikatan yang telah kita bangun dalam setiap langkah.
Karena aku yakin, kau tulus menjagaku, meskipun keberedaan memisahkan di antara laut dan gunung, barangkali kepercayaan adalah sumber kekuatan sembari meneruskan titah menuju pintu hidup hakiki. Kasih sayang tak akan berpendar, ia akan membesar sejalan dengan kebaikan  yang telah kau tebarkan kepadaku, kepada semua orang.  
                Aku siap menjadi penyejuk hatimu, asal kau mencintai dengan sungguh-sungguh serta menyanyagiku sepenuh hati, walau kita patah  di antara ranting-ranting, walau rampuh meruntuhkan semangat, air mata sakit berderai berjatuhan, luka lara membungkus benak, tak akan matikan cinta, kerana kita adalah membangun semilir kepercayaan agar tumbuh kokoh. Walau kita ada di antara padang pasir,  benalu-benalu menjalar, tempat berpongah, serta badai  besar, tak perna pisahkan ikatan cinta bersiklus di antara hubungan.
                Duh, begitu indahnya merintiskankan perjalan mengatasnaman cinta, karena segalanya dapat terselesaikan. Di musim penghujan ini, sendiriku memandangi awan tebal, hening meskipun terlihat ramai. Teduh, tersebab dingin membuat suasana lebih merangkulku pada sepi dalam perjalanan.
Aku sadar bahwa kalimat-kalimat ini tak berarti apa-apa. Namun, segala yang terjadi akan selalu kutuliskan, mesikipun dalam untaian kata yang biasa.
                Sesungghunya tiada yang lebih indah selain memiliki cinta yang dituliskan  dalam setiap pemeran pemainnya. Dan engkau, bersabarlah mengahdapi segala yang menimpah dirimu, begitupun diriku. Terima kasih telah menjadi penyejuk dalam sendu. Kadangklah kita sering lupa dan tak menyadari, bahwa sungguh, ada orang yang benar-benar care dan setia. Seperti kau, mesikipun amarah sering kutimpali di wajahnya, engaku hanya diam, malah senyum dan tabah hendak kau hadapkan kepadaku demi mengenali diriku. Lekaslah kembali, biar kita menjemput hari dengan kebersamaan yang girang dan berjalan menyusuri taman indah agar bisa dikenang, kemudian dijadikan barang kenangan. Kita adalah penakluk  sendiri di bawah kolong kalangit.
                “Ketika cinta telah ditaklukan maka kau siap memprjuangkannya, namun ketika ketiklukan cinta hanyalah permainan semata, maka kau hanyah menyakiti cinta itu sendiri dan akhirnya kamu tidak mendapatkan apa-apa dari sandiwara ini”(Thaty Balasteng 2017)

Sunday, July 16, 2017

Gadis Pasar

Ketika aku jualan sayarun seperti ini, apa ada sosok lelaki yang mau denganku? Itulah pertanyaan yang sering aku sampaikan kepada Ibu sewaktu sama-sama berjualan di pasar. Ibuku hanya terdiam pasi, melayani pengunjang datang membali sayuran.  Sementra aku dengan mimik berpeluh menatap wajah Ibu yang ikut peluh.
                Beginilah hidupku, mengandalkan pasar sebagai tempat pencarian makan, bukan kaya. Saat itu pula, ada banyak penghinaan, dan cemohan yang nyaris membuatku setengah mati.  Tapi yakinlah, itulah bunga-bunga kehidupan, maka muliahlah dan jangan sekali-kali membalas perbutannya.
                Suatu malam, ketika  aku jualan di terotoar dekat pantai, tampat ini kali pertama aku datangi, itupun karan aku dimarahi seorang petugas pasar ketika aku jualan di pasar tradisional. Pasalnya aku tidak mengikuti aturan, kemudian sayuranku ditendang bak bola kaki. Duh, jahat Bung.
Begitulah, aku hanyalah masyarakat awam yang belum tahu tentang seuatu aturan, aku hanyalah pendatang jauh dari sebrang sana, tujuanku  hanyalah menjual daun-daun hijau untuk keperluan perutku, itu saja. Bukan kemewahan atau apalah, yang sering diguluti oleh orang-orang yang memakai pakaian tahanan bertuliskan KPK.
                Maka tugasmu hanyalah beritahu aku, itu saja Bung. Aku akan sedikit paham tentang itu, pakailah  hatimu untuk ajarkan bukan pakainmu yang rapaih untuk menghajar. Tugasmu adalah mengawal, bukan melawan.
                Di malam yang lengang, aku sibuk merapikan jualanku yang terisi dalam karung beras, begitupun para penjual lainya yang ditendang lelaki berambut cepak. Angin malam tepiskan sunyi, dingin menyelimuti tubuhku, lampu sinar itu menguning, memancarkan cahaya di wajahku yang mulai lesuh. Asap kenalpot sontak tak kuperdulikan, aku hampir lupa, sehari sebutir makanan belum terisi, karena sayuranku hanya setengah belih, tak cukup untuk sebungkus makanan.
                Kemudian rupaku berubah jadi senyum, maka malam menjadi santapan, langit menjadi pengobat sakit perutku, sebab keindahanlah membuat aku lupa menyantap makanan. Duh, hidup kenapa aku di bawah, dan orang diatas  selalu membikin aku seolah budak. Seharunya orang itulah mendengar keluhan akar rumput untuk direalisasi, bukan kemauannya yang dipatuhi.
                Kemudian aku hening, dalam pikiranku ada banyak curahan mengalar sendi-sendi nadi, dan menumpahkan ke dalam dada. Memikirkan  tubuhku diasngkan di negeriku sendiri, lalu di koyak-koyak semau mereka bahkan dilantarkan pun tak jadi soal. Bung, aku hanyalah anak pesisir yang jauh dari kota, aku rasa tumbuhan hijauku bisa bermanfaat oleh orang kota, sebab di sini masih sehat, dan segar. Tak banyak yang aku harapkan, lima ribu cukup untuk mereka masak dan makan. Aku bukan kapitalis yang senang menyantap keuntungan.Tidak! tidak terpikirkan sama sekali Bung. Aku hanyalah rakyat kecil pencari nafkah. Maka bukalah jalanku untuk jualan Bung.  
                Bagiku segalan pekerjaan adalah muliah, apabila kita jauh dari sikap riya  dalam hati.  Hingga aku menikmati pekerjaanku, menampaki jejak bergerliya  diatas trotoar pun duduk meneriakan jualan sayuran, bahkan diusir sana-sini oleh lelaki berpakaian rapih. Dan aku merelekannya semua itu, iyah, karena aku sednri.
 Ini merupakan Satu pengalaman yang sangat menyenangkan bagiku. Dan perjalanan orang-orang seperti kami merupakan karunia yang harus kami terimah.
                Hingga pada kepalaku pun masih saja  meliuk-liuk pertanyaan apakah ada sosok lelaki yang rela berkorban mencintaiku, dengang kondisi kian meris, barangkali ketika melihat wajahku dibumbuhi peluh, baju bernoda, dan kerudungku yang lesung sontak membuat lelaki pergi meninggalkanku. Ah, sudahlah apa aku sudah gila! Memikirkan hal itu. Sudahlah, lebih baik kututupi jualanku dengan karun beras, kemudian berjalan ke arah beberapa radius,  ada pasar tradisional di sana, lekaslah aku tidur diatas tumpukan jualan sebab, hari sudah sangat larut, dan sepertinya hujan mulai turun satu persatu.
                Tentang lelaki dan  pertanyaanku kepada ibuku lupakanlah. Yakinlah akan ada sosok lelaki kelak begitu mencntaiku apa adanya, dan tentunya menyangiku sepenuh hati. Maka aku tak boeh rapuh dalam menjalankan hidup, aku tak boleh gegabah, serta sabar menghadapi ancaman di mana saja ketika itu ada. Sesungguhnya aku tak perna malu dengan hidupku yang serba kekurangan, aku sadar bahwa aku dibesarkan diantra ombak yang amuk dan hutan belantara, dan tentunya ketika seseorang datang meminta cinta dariku, maka sangtlah teguh hatinya mencintai perempuan penjul sayur di pasar. Dan barangkali lelaki itu adalah kamu, iyah kamu.


Saturday, June 3, 2017

Sikapmu Aneh.






Entahlah, ada apa dengan pikiranmu, beberapa hari kemarin kau berubah, sebelumnya kau tak perna bertanya tentang keadaanku, bahkan hal-hal yang jarang sekali kau tanyakan padaku.  Sikapmu yang awalnya sangat acuh, kini berubah jadi baik, wajahnmu yang kemarin tak menunjukan cinta kini berubah memberikan binar-binar cinta.

Aku bahkan tidak habis pikir dan selalu bertanya-tanya, kenapa kau sangat berubah semacam itu, aku bahkan menyebutnya ini sikap anehmu yang timbul dalam dirimu.  Sebelumnya saat aku duduk di sampingmu aku mulai merasakan kebosanan, pada pikiranku ingin rasanya lakaslah aku pulang, sebab aku malas dengan sikap dinginmu, aku bahkan menghitung durasi waktu ketika kau mengeluarkan kata-kata, sungguh menjengkelkan bagiku.  Berhari-hari aku memikirkan sikapmu itu. Membuatku ingin mundur serta pergi dalam hidupmu, agar hatiku tak sesak ketika mendengar kata-kata menusukmu itu. Aku sangat marah, kadang saat aku terbaring di tempat tidur, aku berbicara sendiri dengan perkataan marah, yang ada dalam diriku adalah meninggalkanmu jauh.

Akan tetapi apalah yang merasuki dirimu, membuatmu berubah,  sikapmu yang ramah-tama telah memberikan kesan tersendri dalam hidupku. Aku harap kau bisa mempertahankan sikap anehmu selamanya, hingga kita bisa menjalin hubungan dengan langgeng-langgeng saja. Aku harap ketika cinta kita dirundu pilu dengan sikap anehmu itu mampuh mematahkan segala kerunduan yang merasuki cinta kita. Karena kita pasti tahu bahwa cinta tak selamnya berjalan baik. Akan ada di mana kita dihidang masalah yang pelak.  Kita semacam memasuki tempat berpongah dengan banyak binatang buas. Hanya ada satu kekuatan untuk melawan adalah cinta, sebaik-baiknya cinta dalam hati akan menimbulkan satu kekuatan dasyat yang memapu melumpuhkan segala buasnya datang menerkam kita. Karena cinta, kita mampu bertahan, dan cinta yang sederhanlah membuat kita menjalin hubungan sesederhana mungkin. 

Aku senang, saat sikap anehmu datang, hrndak kerubah ceritaku yang kemarin hapir punah.di siang bolong ini, dan angin sepoi menghatam tubuhku, aku menuliskan perilaku anehmu yang sontak membatku masih bertanya-betanya. Tapi sungguh aku tak merasakan aurah negatif dalam dirimu saat dekat denganmu, barangkali sakip anehmu itu kau keluarkan melalui hati dan baru sekarang kau nampakan. rasanya aku mau teriak, tapi aku takut mengganggu aktifitas orang-orang di dekatku. tapi senyum tipis selalu aku semaikan di wajahku.  Biarlah orang berkata apa, aku tak perduli, yang paling penting adalah cinta yang kita bangun berujung pada kebaikan. Kehidupan yang kita jalani hari ini menjadi kenangan berharga di masa depan.

tak perlu membuat kenangan berlebihan, cukup dengan sikapmu yang aneh itu, sudah membuat sesuatu yang sangat berarti, setidaknya kau telah membuka senyumku dalam hati, kau membuka hatiku untukmu, dan selalu untukmu. Jalani saja cinta ini, sebagaimana yang dijalankan oleh pecinta-cinta lainya.  Karena aku yakin siapapun dia pasti meraskan membangun cinta dan jatuh cinta, hanya saja kenangan yang dijalankan saja berbeda, tentu juga kita berdua.  Maafkan aku, jika aku mengatakan kau dan aku adalah kita, yang senantiasa menjalani hubungan bersama, samapai pada satu titik di mana kau dan aku memasuki diantara dua kehidupan baru. Ialah berjalan sendiri atau berdua menyongsong senja dan fajar yang silih berganti tanpa henti.

Pada cinta yang sungguh-sungguhlah kita berjalan pada waktu-waktu tanpa henti, aku tak membayangkan betapa bahagianya aku jika kau bersamaku selamanya, hingga hati ini aku titipkan penuh pada sikap aneh yang berubah dermawan, bukan hanya sementara, selamanya pun terasa indah. Kaulah kasihku, jangan khianati aku, jangan sakiti aku, tak ada main-main dalam cintaku ini.  sebab aku percaya yang baik-baik akan mendapat jalan yang baik pula dan sebaliknya.  untuk kekasihku semoga kau tak bosan mengawal cinta ini, semoga kau tak bosan memberikan pupuk hinggs tak mematikan cinta, ai akan  tumbuh subur pada hubungan ini. Ahh... sikap anehmu sungguh menyenangkan

Ternate 11-05-17

Thursday, May 25, 2017

Ibu dan Ayah


Tinggal menghitung hari, semua umat muslim memasuki bulan suci Ramadhan, bulan  berkah penuh ampunan, saat meyusuri kota Ternate, terlihat orang-orang sibuk memperbaiki rumah, mulai dari mengecet, pagar, dan membersihkan halaman rumah, seraya menyambut bulan ramdahan. Lalu hatiku mulai terketuk oleh rumahku dan ayah-ibu pun sibuk dengan hal-hal yang di persiapkan untuk bulan ramadhan.
Satu tahun sudah aku di negeri orang, satu tahun wajah ayah dan ibu tak terlihat, hanya suar-suara nasihat yang terdengar melalui hendphone. Satu tahun aku tak mencium bau badan ibu dan ayah, tak merasakan kehangatan pelukan mereka.  Rinduku menyapa ketika aroma ramadhan mulai tercium. Tangisan ini  pecah, ketika kutulisakan kata demi kata untuk dua orang yang aku rindukan di pulau panjang, kamar kecilku menjadi saski bisu betapa wajahku cemberut ingin pulang, kaki ini tak tahan lagi di sini. Sungguh ibu, jika berkata jujur aku bosan di sini, ada banyak orang yang sering menyakiti, membohongi, serta membuatku seolah tenggelam sendiri.
  Ibu, di malam yang sepi ini, sisa hujan mesih aku resapi, dinginnya pun masih menghantam tubuhku, dan sepi menyelimuti sekitarku. Aku semakin ingin melihat wajah kalian, aku ingin bercanda dan tertawa lepas, seperti tidak ada beban bergantungan di kepala.  Senyumku sesaat datang ketika aku mengingat candaan ibu waktu itu, sebelum aku tidur. Sungguh mengesankan bagiku. Ibuku yang  tanggu dan hebat, aku sendiri bahkan tak mampu berjuang sekuat itu, jasa ibuku tak bisa terbayarkan dengan apapun. Kata ibu, ketika kita berkeinginan untuk menjadi orang hebat kita hanya punya satu yang harus kita simpan dalam hati, ialah semangat. Seberat apapun tanggung jawab, jika punya semangat  serta keingnan yang tinggi untuk menyelesaikannya, segalanya akan berjalan dengan mudah. Terimah kasih ibu.
Ayah, salam sayang dari anakmu yang sering jahil, aku tahu, kau tak perna mengeluarka kalimat kasar, meski anakmu sering melakukan salah. Kau malah menimpali aku dengan nasihat, meskipun kadang terlupakan dari  ingatan ini. Maafkan aku. Tapi, aku sering melakukan apa kata ayah, meskipun tidak semuanya. Doakan anakmu agar selalu dalam lindungan Tuhan. Ayah, di sepertiga malam ini, aku teringat  di jam yang sama ini, saat aku terbangun dari tidurku, aku melihatmu sedang sujud menghadap Tuhan, kemudian megngangkat tangan dengan harapan agar doamu tembus ke langit.  Sementara aku hanya tidur pulas, dan melanjutka mimpiku. Aku ingat itu ayah, bahkan hampir setiap malam kau melakukan hal yang sama. Ada banyak kenangan bersamamu  kita lewati waktu itu. Semuanya, sekeluarga masih tersimpan dalam ingatan.
Salam rindu untuk ayah dan Ibu di Halmahera sana, sehat selalu, agar aku bisa kuat  dalam menghadapi ganasnya dunia ini, sebab kalian selalu membantuku dalam doa-doa yang kalian panjatkan. Aku takut memberikan harapan untuk kalian, sebab aku takut tak bisa menjalankan harapan itu, hanya saja aku simpan dalam hati tentang mimpi-mimpiku, dan berjalan pelan tapi pasti. Meskipun aku sering cemburu, sewaktu melihat teman-temanku ngumpul bersama keluarga, tapi tak apalah, karena harapanku hanyalah semoga ayah dan ibu selalu dalam lindungan Tuhan. Mendengar kabar  baik dari kalian sudah membuatku senang. Di malam yang lengang, di kamar kecilku, aku tenunkan cinta ayah dan ibuku menjadi satu, dan kusimpan dalam lubuk hatiku, agar hidup yang aku kerjakan atas dasar cinta, setiap yang aku jalankan atas cintaku kepada kedua orang tuaku.

Thursday, February 23, 2017

Terlambat oh Terlambat

Semua punya salah, semua manusia kadang khilaf ataupun lupa, itu sering terjadi dalam diri kita, apakah anda perna mendengar seorang manusia tidak perna lupa dalam segala hal? Jika anda mendengarnya maka anda salah satu orang paling beruntung, kenapa demikian, aku bahkan sebesar ini, punya keluarga, punya sahabat, teman, dan lain sebagianya, kata kilaf, lupa, dan salah sering aku temukan disekeliling mereka. Dan hari ini, barangkali aku sedang lupa, pun khilaf. Perkara itu membuat aku terlambat. Ini adalah kesalahanku, atau entahlah. Tepatnya pukul 11:40 siang, motor hijauku berhenti di depan kampus tempat aku kuliah. Ketika aku mulai berjalan pelan menaiki tangga satu demi satu, kemudian memasuki ruang kepala program studi (KAPRODI).  Dan mengelurkan sebuah berkas yang ada dalam tas sampingku, ialah kartu rencana akhir studi (KRS).

Sebenarnya KRS dimasukan terakhir tanggal 10 februari, karena keterlambatanku, aku baru memasukannya hari ini bersama kedua kaka seniorku, jadinya kami bertiga di dalam menghadap Kaprodi, ketika aku mengulurkan KRS ku, wajah kaprodi mulai mengerucut, dan beliau menetap KRS kemudian memarahi kami dengan nada yang lumayan kasar, kami bertiga hanya berdiri dengan  gaya masing-masing, ada  yang tanganya menggaruk-garuk kepala, ada yang tegak lurus seperti mau baris-berbaris, dengan menampakan wajah sedih menunduk kebawah. Aku masih ingat dengan ucapan Kaprodi. Beliau berkata begini “ kalian ini, kalau lihat kesalahan orang lain, kalian  mulai demo sana sini, tapi kesalahan kalian sendiri tak mau kalian koreksi.” Dengan wajah mulai memerah. Kami tidak berkata apapaun, lagi-lagi wajahku dan kedua kaka seniorku sesekali menghadap wajah beliau, dan lumayan lama menunduk. Lanjut memarahinya “ Kalian ini, nanti dimarahin baru pake wajah kasianlah, menundukan kepalalah.”   Kami bertiga masih dengan wajah menunduk kebawa, kemudian aku berkata “ Pak, kalau kami tidak memakai wajah kasihan, terus kami pake wajah apa pak?, kalau wajah yang santai, dibilang tidak menghargai, menghadap sana sani dibilang tidak perduli dengan perkataan bapak, Lalu kami harus gimana pak?” Tapi aku bilangnya pake hati, bukan pake mulut. Jadi bapak tidak  mendengar perkataanku. hihihi
           
 Setelah bapak melihat KRS ia menyuruh agar aku terlebih dahalu menghadap Penasihat Akademik (PA), akupun buru-buru naik tangga lantai dua, lalu masuk keruangan PA untuk menadatangani KRS, tapi PA  tidak terlalu banayak bicara, barangakali beliau sedang sibuk. Biasanya dia yang selalu menasihatku, setelah menandatanganinya kemudia kembali ke ruangan Kaprodi, lanjut tandatangan berikuntnya. Pokoknya ribetlah kalau sudah terlamabat begini.

Setelah itu lanjut memasukkan berkasku di ruang Tata Usaha (TU), ini yang membuat aku hampir menjatuhkan air mata, minta ampun aku dimarahin habis-habisan, aku beru bilang “Permisi Ibu , saya.” Ngomongnya belum selesai aku sudah diomelin sama Ibu TU, kalau tidak salah omelan  semacam ini “ Thaty, kenapa KRS kamu baru dikasih masuk sekarang, kamu sibuk apa di luar sana, organisasi? Kamu ini perempuan, coba buat diri kamu baik-baik, kasihan orang tua kamu sudah susah-susah cari uang hanya menyekolahkan kamu. Ini lagi kenapa KRS kamu kusut begini, Kamu tidak seperti kaka kamu yang bersih, dan rajin kuliah.” Mataku suda mulai berkaca-kaca, ditambah dengan bagian TU lainya menambahkan dengan suara bisikan-bisikan kecil, memarahiku. Aku nangis karena pertama, Ibu, menyebut kedua orang tuaku, dan yang kedua suaranya terlalu besar dengan nada kasar, semacam petir menggelegar telinga, Pun mengutik hatiku. Dan masih banyak lagi yang tidak sempat aku tuliskan. Minta  ampun deh, sejujurnya aku paling tidak suka nangis di depan umum. Tapi kali ini tangisanku pecah, tapi air mataku tidak terlalu banyak meleh, ada temanku yang menghiburku. Jadi ceritanya aku tidak melanjutkan tangisanku. Wkwkwwk.


Pelajarjaran berharga yang aku ambil dari kejadian diatas adalah, lebih banyak menghargai waktu,. Keterlamabatanku  hari ini barangkali mengganggu aktifitas, baik itu  Kaprodi, PA, dan TU.  sehinggah wajar kalau aku dimarahin. Berikutnya aku lebih banyak menjaga perkataanku setidaknya perkataan yang tidak menyinggung persaan orang, karena semakin kita menyinggung orang, maka dibelakang ada orang berjejeran siap menyinggung  hati kita. Kita bisa saja nangis karena tersinggung. Setelah aku berkontemplasi, ternyata kehidupan yang kita arungi memberi banyak pelajaran, sekecil apapun itu. Dan hari ini aku diajarkan lebih menghormati waktu agar tidak terlamabat, dan mejaga perkataanku agar tidak menyinggung siapapun. Bismillah.(*)

Sunday, February 19, 2017

Sepenggal cerita di Balisosa



Bagiku kebersamaan adalah indah.  Hari ini, ketika langkah ini menginjaki kamar kosku, dan tubuh ini mulai merebahkan di atas kasur. Aku mulai sedih dan galau, seperti ada perpisahan antar pasangan kekasih yang lama menjalin hubungan. Aku mulai merasakan kesepian meskipun di luar sana sangat ramai, sepi seperti sunyi menghantui di tengah malam. Aku tidak tahu kenapa, apakah ini semacam rindu?
Rindu tentang kebersamaan aku dan kawan-kawanku di pantai Balisosa, pantai yang sangat sederhana namun membentuk segudang kenangan. Ketika malam tiba, dan agenda kami terlaksana  hingga selesai, aku dan kawan-
kawan menghabiskan sisa waktu dengan banyak bertukar pikiran, membahas kondisi siosal,  sampai hal-hal mistis pun diceritakan, membuat aku merinding ketakukan. Hehehe.Tapi untunglah ada bintang di langit  yang bisa mengusik ketakutanku, dan cahaya lampu di pulau kecil sana bisa mendamaikan jiwaku.
Adapun  sekelompok kawanan yang duduk berbentuk bundaran yang jaraknya tak jauh dari kami, mereka  tertawa terbahak-bahak, entahlah apa yang ditertawakan, aku tidak terlalu memperdulikan. Di tambah lagi dengan pemandangan malam begitu menggiurkan hati, menetramkan pikiran. Bahkan sebagian kawan tak mau kehilangan momen indah dengan mengabadikan diri berfoto dan menuliskan dalam bentuk karangan  puisi.
Eetsssss, tapi aku juga tidak mau kalah loh, meskipun aku kadang takut, bahkan sesekali tertawa, tapi aku senang menatap cahaya bersejaran dari kota kecil “Ternate” dan sedikit menuliskan  puisi, tentang apa aku yang tahu. Begini puisinya.
“ Aku bisa memandang kota itu, bukan cinta itu.
“Aku bisa memandang cahaya dari bilik jauh itu, bukan memetik kalauwan itu”
“dan di sampingnya ada gunung menjulang lebih tinggi dari kota itu”
“pun sepenggal Pulau Panjang masih terlihat di sana”
“akh, indahnya”
Itulah sepenggal puisi yang ku tuliskan disepenggal kertas yang masih aku simpan sekarang. Mesikipun puisi memiliki makna yang agak bias, aku tak perduli, aku hanya bisa menulisakan apa yang aku lihat malam itu. Sehingga  hati dan pikiranku mengelolah membentuk sederet kata.
Tiga hari dua malam  di pantai Balisosa itu,  menyimpan banyak kenangan. Makan seadanya namun terasa nikmat, tidur di sebuah tenda kecil namun tak jadi soal. Sebab kami diajarkan  banyak di jalanan.  Agar diri kami  menyatu dengan alam, dan peka dengan kondisi yang ada. Itu  semua kami jalankan bersama-sama tanpa ada keluh kesah.
Dan  inilah sebabnya kenapa aku suka jalan. Jalan dengan kawan-kawan, karena setiap perjalanan pasti ada  kenangan, dan setiap  kenangan pasti ada yang mengenang.
Terimah kasih kawan-kawanku atas banyak pelajaran hidup yang kalian beriakan, atas cinta dan kasih sayang yang begitu tulus. Terimah kasih kawan, telah mengajariku mencintai yang sederhana serta pesan dan kesan begitu berarti bagiku.


Wednesday, February 15, 2017

Dialog Publik BEM Unkhair Fakultas Pertanian.

Ternate, selasa 14/02. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) menggelar dialog Publik yang bertajuk "Menakar Sistem Pengelolaan Hasil Hutan dan Kelapa Sawit Untuk Pemodal atau Petani".Tujuan dilakukan dialog ini adalah mencari solusi mengenai masalah yang terjadi di Maluku Utara saat ini. 

Saya sebagai Mahasiswa jurusan Kehutanan, turut memberikan apresiasi besar kepada BEM Fakultas pertanian, memiliki ide kreatif dan kepedulian untuk kesejahteraan rakyat Maluku Utara. Sebab Permasalahan yang kerap terjadi di daerah-daerah di antaranya Gane, Gebe, Obi, dan Morotai merupakan sasaran investasi yang memiskinkan masyarakat, merupakan tanggung jawab kita bersama seraya mencari jalan keluar demi pembebasan rakyat  Maluku Utara.

"Bila Hatimu Bergetar Marah Melihat Ketidakadilan Maka Kita adalah  Kawan"
Inilah bentuk kesolidan dalam gerakan aksi pembebasan Rakyat Maluku Utara.