Sunday, January 14, 2018
Home »
» Gadis Khayalan
Gadis Khayalan
Aku duduk dengan kaki menjutai, meskipun tak ada purnama, bintang masih saja menjadi penawar senyum. Ketika angin menyusup tubuh, memandang langit yang jenuh melihatku, namun masih menyimpan ke indahan yang memukau.
Aku masih saja menuliskan puing-puing kelabu yang menepi di tubuh, menyajikan dalam setiap inci demi inci, agar aku tahu, bahwa sedari dulu, setiap perjalan mencari tahu, aku banyak mengisahkan waktu memakan luka dan tangis. Aku menempelkan kebahagian di tubuhku saat duduk dengan kaki menjuntai di sebuah swering kecil yang senang aku jumpai. Memandang laut menepuk tepian, gunung yang diam-diam menyaksikan; air mata, dan rona wajah yang berubah-rubah pada setiap petang.
Maafkanlah, rindu ini membuncah saat aku duduk sendiri, lalu bayangan suci suram menyerang otakku. Betapa kaki bergirlya cukup jauh, betapa kaki melangkah dari hura-hura menjadi huru-hara. Sadarikah itu, ilmu dunia mana lagi yang aku pelajari, agar aku tak sediam ini manjalani kasih-kisah dalam badai dan berlalu.
Dalam percakapan ini, sunyi sangat menyelimuti dinding-dinding malam, lampu menerangi setiap kamar yang tinggal, aku duduk di kursi panjang, tak hanya menatap langit yang diam, namun mendengar suara-suara orang bercakap di balik kamar kecil, yang mereka anggap rumah. Aku tak perlu banyak tahu tentang yang dibicarakan, sebab mereka seolah bergumang.
Angin pelan itu terasa dingin, bahkan kakiku ikut meresapi, mesikipun badanku terselimut Jaket. Kuingin tiupan kecilnya adalah pesan dan kesan yang dalam, pohon mengayunkan daun, semacam ingin menyamapaikan kesakaian malam ini. Entahlah!.
Maka, ketika memandang pohon bergoyang, aku ingin memetik lalu menuliskan kalimat-kalimat tentang aku dan perjalanan ini, tapi tak mungkin, daun hanya akan berguguran pada saatnya tiba, maka biarlah senantiasa kutuliskan kisahku dalam memo, biarlah menjadi cerita dari generasiku, ketika membuka lembar demi lembar.
Iyah,
Hidup tentunya ditenunkan dengam cinta, jika ingin memetik bintang. Tiada yang harus di kerjakan dalam merenung; bila duka, tawa, dan serumpun orang-orang yang mengenaliku membawa masa di mana aku menjadikan diriku menjadi aku. Bukan dia, bukan pula kamu. Maka, dalam proses ini, adalah ganjaran dan pelajaran yang mengetuk pintu selanjutnya. Barangkali aku hanyalah gadis pengkhayal, yang senang menggalih memori, lalu duduk melukiskan dalam bisu. 😊
Gadis khayalan itu mungkin seperti rindu yang tak bertuan, mungkin bertua tapi bertuan pada masa lalu. kira2 begitu.
ReplyDeleteNice cerpennya.
Hehehe,
DeleteMakasih kamenya, iyah kadangkala rindu yang dulu, menjadi peljaran yang sekarang.
Hehehe,
DeleteMakasih kamenya, iyah kadangkala rindu yang dulu, menjadi peljaran yang sekarang.