foto; Afni |
Di malam yang hening, aku titikan
setiap perjalanan yang menghasut berlalu, di deru sejarah bertolak dan paras
masih menuntun bertahan di bawa daun-daun kering. sekuntum kembang hinggap di
bahu, pesona dan baluran kasmara bagitu membangunkan aku pada sesuatu yang tak
terelakan, tak jauh dari hati, meskipun pergi, ia kembali pada pintu ketulusan
yang disebut ramah.
di bawa jendela, ku rebahkan
diriku dengan segenap rasa yang melara, didenting-denting musik, aku luruhkan
segala wajah nan sayu di rambut gerai berantakan, pipi nan tirus, tatapan yang
semeraut, berbalut luka masih basah.
Di dinding-dinding, aku menatap
penuh ringkih, dengan sejenak mimpi yang hampir pata di tengah gejolak yang
membara, di pintu kamar, aku melirik sedih penuh rasa, dengan iming ialah
hadirmu menggetarkan sukma, menghampiri penuh tanya dengan tatapan penuh iba.
Akankah tanya telah kau rangkai dengan bagitu
banyak gejolak yang di taburi benih-benih, lalu tumbuh setangkai batasan antara
melapas atau memapas setiap kata. Adakah setumpuk pupuk mematikan benalu yang
hadir, di tengah hiruk-pikuk? sebatas aksara itu telah meperkenalkan pada
sebuah rasa mematikan ini.
semakin lengang malam ini, suara
musik semakin terasa, di tubuh kalimat aku merangkai kata, agar bisa menemukan
hatimu yang tulus lewat tulisan
0 comments:
Post a Comment