Thursday, May 25, 2017

Ibu dan Ayah


Tinggal menghitung hari, semua umat muslim memasuki bulan suci Ramadhan, bulan  berkah penuh ampunan, saat meyusuri kota Ternate, terlihat orang-orang sibuk memperbaiki rumah, mulai dari mengecet, pagar, dan membersihkan halaman rumah, seraya menyambut bulan ramdahan. Lalu hatiku mulai terketuk oleh rumahku dan ayah-ibu pun sibuk dengan hal-hal yang di persiapkan untuk bulan ramadhan.
Satu tahun sudah aku di negeri orang, satu tahun wajah ayah dan ibu tak terlihat, hanya suar-suara nasihat yang terdengar melalui hendphone. Satu tahun aku tak mencium bau badan ibu dan ayah, tak merasakan kehangatan pelukan mereka.  Rinduku menyapa ketika aroma ramadhan mulai tercium. Tangisan ini  pecah, ketika kutulisakan kata demi kata untuk dua orang yang aku rindukan di pulau panjang, kamar kecilku menjadi saski bisu betapa wajahku cemberut ingin pulang, kaki ini tak tahan lagi di sini. Sungguh ibu, jika berkata jujur aku bosan di sini, ada banyak orang yang sering menyakiti, membohongi, serta membuatku seolah tenggelam sendiri.
  Ibu, di malam yang sepi ini, sisa hujan mesih aku resapi, dinginnya pun masih menghantam tubuhku, dan sepi menyelimuti sekitarku. Aku semakin ingin melihat wajah kalian, aku ingin bercanda dan tertawa lepas, seperti tidak ada beban bergantungan di kepala.  Senyumku sesaat datang ketika aku mengingat candaan ibu waktu itu, sebelum aku tidur. Sungguh mengesankan bagiku. Ibuku yang  tanggu dan hebat, aku sendiri bahkan tak mampu berjuang sekuat itu, jasa ibuku tak bisa terbayarkan dengan apapun. Kata ibu, ketika kita berkeinginan untuk menjadi orang hebat kita hanya punya satu yang harus kita simpan dalam hati, ialah semangat. Seberat apapun tanggung jawab, jika punya semangat  serta keingnan yang tinggi untuk menyelesaikannya, segalanya akan berjalan dengan mudah. Terimah kasih ibu.
Ayah, salam sayang dari anakmu yang sering jahil, aku tahu, kau tak perna mengeluarka kalimat kasar, meski anakmu sering melakukan salah. Kau malah menimpali aku dengan nasihat, meskipun kadang terlupakan dari  ingatan ini. Maafkan aku. Tapi, aku sering melakukan apa kata ayah, meskipun tidak semuanya. Doakan anakmu agar selalu dalam lindungan Tuhan. Ayah, di sepertiga malam ini, aku teringat  di jam yang sama ini, saat aku terbangun dari tidurku, aku melihatmu sedang sujud menghadap Tuhan, kemudian megngangkat tangan dengan harapan agar doamu tembus ke langit.  Sementara aku hanya tidur pulas, dan melanjutka mimpiku. Aku ingat itu ayah, bahkan hampir setiap malam kau melakukan hal yang sama. Ada banyak kenangan bersamamu  kita lewati waktu itu. Semuanya, sekeluarga masih tersimpan dalam ingatan.
Salam rindu untuk ayah dan Ibu di Halmahera sana, sehat selalu, agar aku bisa kuat  dalam menghadapi ganasnya dunia ini, sebab kalian selalu membantuku dalam doa-doa yang kalian panjatkan. Aku takut memberikan harapan untuk kalian, sebab aku takut tak bisa menjalankan harapan itu, hanya saja aku simpan dalam hati tentang mimpi-mimpiku, dan berjalan pelan tapi pasti. Meskipun aku sering cemburu, sewaktu melihat teman-temanku ngumpul bersama keluarga, tapi tak apalah, karena harapanku hanyalah semoga ayah dan ibu selalu dalam lindungan Tuhan. Mendengar kabar  baik dari kalian sudah membuatku senang. Di malam yang lengang, di kamar kecilku, aku tenunkan cinta ayah dan ibuku menjadi satu, dan kusimpan dalam lubuk hatiku, agar hidup yang aku kerjakan atas dasar cinta, setiap yang aku jalankan atas cintaku kepada kedua orang tuaku.

0 comments:

Post a Comment