Wednesday, April 11, 2018

Sebuah Desa dan Dosa

                         
Tepatnya pukul 17-30 Wit, saat aku duduk di depan kamar koskosan, dengan mengotak-atik HP kesayanganku. Tiba-tiba 2 pesan Massenger masuk, yang satu adalah pesan grub dari teman-temanku, dan satunya lagi pesan dari kawanku, sebut saja Refail namanya.

"Assalamualaikum. Kawan T posisi.?"  Sebuah pesan sebagai pembuakaan dari Refail

'Waalaikumsalam, Ada di kosan nii..
Ada perintah?" Balasanku

Tiba-tiba, "Cee sudah tra jadi dah,"

"Ohh iyah daa.. Kog di mana ni?" Tanyaku.

"Di beskem ini."

Setalah beberapa menit, ia inbox aku lagi bagini "Ada kasus menarik yg perlu di angkat ke mata publik ini kawan T."

Dengan bagitu penasaran, aku lansung membalasnya "Soal apa?
Ente di mana? Nanti ana merapat."

"Ana ada di tamang pe kosan.
Biar ana merapat di kawan T dah.
Barang ana di kompleks dorang kawan Ririn pe sebelah kosan."

Dengan balasan di atas, itu artinya aku harus menunggu. Entah berapa lama itu, meskipun berat, eyaa...Dilan lagi kan.

Baiklah sambil menunggu si Refail,  akupun menulis sebuah berita, dari DPRD Kota Ternate, tentang LPJ anggaran 2017 dan masih banyak lagi yang kulakukan, mulai dari membaca novel, makan, dan lain-lain.

Ketika aku sedang tidur di kasur kecil bersama adikku, dengan suasana malam yang sangat gelap. Iyah, gelap. karena di sini lampu sedang padam, hanyalah senter HP menjadi penerang dalam kegelapan.

Tak lama kemudian ada suara salam dari luar. Iya siapa lagi, kalau bukan si Refail, dengan mengenakan pakain coklat, dan celana jens panjang.

"Kamari denga sapa?" Tanyaku

"Sandiri." Jawabnya spontan

Kupersilahkan ia duduk. Kita berdua pun duduk melantai, di depan kami berdua, ada sebuah Penanak nasi, 3 buah gelas, yang satu berisikan air, dan 3 ekor ikan julung Fufu yang terisi dalam tas.

Tak lama kemudian, Rifeal mengadu tentang kegelisahan dan keresahan di desanya. Aku bisa melihat matanya penuh dengan masalah hendak tak terselesaikan. Di otaknya semacam ingin sekali mengatasi masalah, sebab ia tak mungkin sendiri  melawan. Maka kawan-kawan sebagai solusi dalam masalah.

Ini tentang desaku, di pulau panjang Halmahera, di sana Kepala Desa kami sedang memakan uang rakyat, bahkan ada banyak keluhan masyarakat, sebab tak hanya Kepala Desa, tetapi seluruh Staf dan RT.  Besok desaku akan melakukan rapat, hanya saja mereka ingin menghadirkan wartawan agar publik tahu, tapi aku rasa, tendesi konflik sangat tinggi di sana, sebab masyarakat tak sanggup melihat perilaku orang-orang oportunis.

Bahkan selama dua periode kepemimpiannya infrastruktur desaku tidak memadai. Aku harap ada pihak terkait yang mau memproses tentang kasus ini serta yang mau mendengarkan dan merasakan jeritan desaku.

Sementara aku, diantara sedih bercampur emosional, aku sungguh marah, betapa masyarakat desa dibohongi habis-habisan, dengan memakan yang bukan miliknya. Apalagi Refail bilang, katanya, di sana, selama 27 tahun, Kamis (12-04-2018), baru diadakan rapat. Ya ampun kemana saja orang-orang di sana, katanya negara demokrasi, kok, rapat saja tidak perna dilakukan. Terus selama 27 tahun itu, apa yang dilakukan.

Praktik-praktik korupsi tidak hanya ada di atas atasan saja, di bawa pun ada. Ini karena, orang-orang cerdas berlaga gila senantiasa memberikan contoh tidak baik terhadap negeri ini. Sehingga memakan uang masyarakat adalah sesuatu yang lumrah. Semakin hari tambah marak. Jangan menambah desa kecil nan permai dengan dosa orang-orang.

Sesungguhnya memakan yang bukan hak kita adalah haram hukumnya. Biarlah aku miskin, biarlah aku tak makan, akan tetapi, janganlah memakan yang bukan hak kita.


Ternate 11-04-2018




0 comments:

Post a Comment