This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, April 30, 2018

Purnama Dan Sendiri Membisu



Purnama munjukan keindahan, gemintang begitu nyata terlihat, dan hujan masih basa aku memandangnya sejenak, membayanginya, betapa menyenangkan saat menengadah. Kali ini, aku benar-benar sendiri, tak ada siapapun, namun tak kubiarkan kesendirian menggerutu lalu sedih pecah di sini. Langit merupakan temanku, teruntuk malam ini.

Aku senyum, ketika menatap beberapa kali, meskipun tak berlansung lama, sedih muncul seperti mengganti senyumku yang baru aku mekarkan. Tentang apa yang aku pikirkan, sesuatu yang sampai saat ini belum tertuntaskan, tak baik bila mengurikannya di sini. Sungguh mengganti musim senyumku sesaat, lalu merubah rautku menjadi sedih memilukan.

Baiklah, harusnya aku membuang jauh-jauh ingtan yang datang tiba-tiba, karena kalau dibilang jujur, aku tak mua sendiri, tapi apa boleh dikata, malam ini, sepertinya aku bernasib sendiri bertemakan sunyi, purnama membisu.

Kucoba membuka membuka kembali, sebuah novel di sampingku, pikiranku tak lagi konsen, sebab pikirankanku masih tertuju pada sesuatu yang membuatku takut. Awalnya aku merasa senang, seperi tertulis di catatan pertama, namun entah kenapa,  aku merasa, malamku, haruskah  bersetubuh dengan  kesedihan.

Akankah aku bisa melarainya, dengan merubah pikiranku menjadi nyaman, barangkali dengan membayangi sesuatu yang menyenangkan, agar senyumku merekah, tapi apa yah? Sungguh mengingat dirimu tentunya, tawamu, dan kebaikanmu, siapapun kamu.

Ah, dari pada mikirin sesuatu yang aneh, aku kembali membuka buku bacaanku, setidaknya ada sesuatu yang baru aku temukan di dalamnya.
Setidaknya aku bisa mengasah otoku agar tak terfokus pada sesuatu, agar pelan-pelan lerai seketika.

Dan purnama, temani aku, agar aku mampu menaklukan malam, diatas gentingnya cerita memilukan, tutupi dengan cerita yang ditulisakan dengan buku ini, agar aku tak hanya hambar dalam hayalan.

Purna dan bintang, aku aku melihat cahaya indahmu di atas. Semoga aku mampu menciptakan itu, dan kembali ke buku bacaanku lagi. He

Thursday, April 26, 2018

Pengakuan






Aku tidaklah tahu, tentang rasa terpacar itu, tentang iming-iming terlontar di setiap waktu, pengakuan dan pengharapan bergantungan di mata. Semenjak pangakuan tumpah ruah di hadapanku, aku bungkam, namun tak kubiarkan lama di dalamnya.

Kususun kembali makna tertera dengan rapi, semenjak tulisan saling melempari tujuan, perihal, dan pengakuan yang menggebu di hati. Aku mencintai siapa saja didekatku, tapi tidak mengiklaskan hatiku menyakiti siapapun yang dulu mencintaku. Sebab, menyianyiakan orang yang benar-benar perduli adalah Impossible bagiku.

Tentang rasa, kuharap itu hanyalah semu. Perihal hasrat, kusemogakan beruba pada rupa digariskan Tuhan. Maka keluarlah, segalanya akan baik-baik saja. Saat keyakinan menjera kepadamu, tak hanya ini, bahkan lebih, sungguh lebih indah dari ini.

Sebuah detik bergirliya, dan kejadian tak terduga tak terpikirkan sama sekali, tiba-tiba hadir, menjadi bunga-bunga dalam khayalan. Sesekali aku hampir tak percaya, namun sekenario yang dibuat, entah dia ataukah sudah jalannya menuju ke sini. Kemudian yang terungkap adalah sebuah pengakuan.

Sesunguhnya, ketika kamu berpengakuan, biarlah kuukir sejauh mana prinsip dan komitmen mempertahankan itu, dan apabilah aku kalah, maka aku gagal bertahan, dan tak tahu kepada siapa aku berteduh. Apabila aku mampu, maka aku telah menepati satu pengakuan yang terterah dalam kertas putih.
😊

Kita adalah rahasia yang belum terungkap, dan sampai kapanpun kita tak tahu, siapa yang nanti menjadi pemilik.

Ternate, 27-04-2018





Wednesday, April 11, 2018

Sebuah Desa dan Dosa

                         
Tepatnya pukul 17-30 Wit, saat aku duduk di depan kamar koskosan, dengan mengotak-atik HP kesayanganku. Tiba-tiba 2 pesan Massenger masuk, yang satu adalah pesan grub dari teman-temanku, dan satunya lagi pesan dari kawanku, sebut saja Refail namanya.

"Assalamualaikum. Kawan T posisi.?"  Sebuah pesan sebagai pembuakaan dari Refail

'Waalaikumsalam, Ada di kosan nii..
Ada perintah?" Balasanku

Tiba-tiba, "Cee sudah tra jadi dah,"

"Ohh iyah daa.. Kog di mana ni?" Tanyaku.

"Di beskem ini."

Setalah beberapa menit, ia inbox aku lagi bagini "Ada kasus menarik yg perlu di angkat ke mata publik ini kawan T."

Dengan bagitu penasaran, aku lansung membalasnya "Soal apa?
Ente di mana? Nanti ana merapat."

"Ana ada di tamang pe kosan.
Biar ana merapat di kawan T dah.
Barang ana di kompleks dorang kawan Ririn pe sebelah kosan."

Dengan balasan di atas, itu artinya aku harus menunggu. Entah berapa lama itu, meskipun berat, eyaa...Dilan lagi kan.

Baiklah sambil menunggu si Refail,  akupun menulis sebuah berita, dari DPRD Kota Ternate, tentang LPJ anggaran 2017 dan masih banyak lagi yang kulakukan, mulai dari membaca novel, makan, dan lain-lain.

Ketika aku sedang tidur di kasur kecil bersama adikku, dengan suasana malam yang sangat gelap. Iyah, gelap. karena di sini lampu sedang padam, hanyalah senter HP menjadi penerang dalam kegelapan.

Tak lama kemudian ada suara salam dari luar. Iya siapa lagi, kalau bukan si Refail, dengan mengenakan pakain coklat, dan celana jens panjang.

"Kamari denga sapa?" Tanyaku

"Sandiri." Jawabnya spontan

Kupersilahkan ia duduk. Kita berdua pun duduk melantai, di depan kami berdua, ada sebuah Penanak nasi, 3 buah gelas, yang satu berisikan air, dan 3 ekor ikan julung Fufu yang terisi dalam tas.

Tak lama kemudian, Rifeal mengadu tentang kegelisahan dan keresahan di desanya. Aku bisa melihat matanya penuh dengan masalah hendak tak terselesaikan. Di otaknya semacam ingin sekali mengatasi masalah, sebab ia tak mungkin sendiri  melawan. Maka kawan-kawan sebagai solusi dalam masalah.

Ini tentang desaku, di pulau panjang Halmahera, di sana Kepala Desa kami sedang memakan uang rakyat, bahkan ada banyak keluhan masyarakat, sebab tak hanya Kepala Desa, tetapi seluruh Staf dan RT.  Besok desaku akan melakukan rapat, hanya saja mereka ingin menghadirkan wartawan agar publik tahu, tapi aku rasa, tendesi konflik sangat tinggi di sana, sebab masyarakat tak sanggup melihat perilaku orang-orang oportunis.

Bahkan selama dua periode kepemimpiannya infrastruktur desaku tidak memadai. Aku harap ada pihak terkait yang mau memproses tentang kasus ini serta yang mau mendengarkan dan merasakan jeritan desaku.

Sementara aku, diantara sedih bercampur emosional, aku sungguh marah, betapa masyarakat desa dibohongi habis-habisan, dengan memakan yang bukan miliknya. Apalagi Refail bilang, katanya, di sana, selama 27 tahun, Kamis (12-04-2018), baru diadakan rapat. Ya ampun kemana saja orang-orang di sana, katanya negara demokrasi, kok, rapat saja tidak perna dilakukan. Terus selama 27 tahun itu, apa yang dilakukan.

Praktik-praktik korupsi tidak hanya ada di atas atasan saja, di bawa pun ada. Ini karena, orang-orang cerdas berlaga gila senantiasa memberikan contoh tidak baik terhadap negeri ini. Sehingga memakan uang masyarakat adalah sesuatu yang lumrah. Semakin hari tambah marak. Jangan menambah desa kecil nan permai dengan dosa orang-orang.

Sesungguhnya memakan yang bukan hak kita adalah haram hukumnya. Biarlah aku miskin, biarlah aku tak makan, akan tetapi, janganlah memakan yang bukan hak kita.


Ternate 11-04-2018