This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Friday, May 8, 2020

Haruskah desa juga di Lock Down?

Sewaktu saya di rumah, akhir April kemarin, saya menyaksikan pemerintah desa membagi-bagikan sembako dari rumah ke rumah, mulai dari minyak kelapa, beras, dan mie. Penyaluran sembako ini sudah pasti ke desa-desa di Maluku Utara. Ketika pandemi Covid19. Ini masyakat diperintah stay home, namun akan pemerintah tidak kawalahan? Jika ini berlansung terus menerus, sementara kasus positif semakin bertambah, dengan jumlah sembuh masih terbilang kecil. Saya lebih berpikir begini, pandemi corona berasal dari mereka yang berpergian ke luar daerah, selama tidak ada yang bepergian ke luar kota maka virus itu tidak bakal menyebar. Pemerintah semestinya memperketat jalur keluar masuk. Kesalahannya yang berdatang itu hanya di suru karantina mandiri tanpa pendampingan dinas kesehatan. Hal imi tidak bisa dibiarkan begitu saja, mereka harus di kawal ketat dan dipastikan bahwa mereka negatif korona. Orng-orng itulah yang harus di perhatikan lebih ketat lagi. "Yang kita takutkan di sini mereka yang tampa gejala" Mesikpun sekarang pemerintah tidak tidaklah masif mengatasi korona, dan wabah menyebar cukup signifikan, namun hemat saya desa-desa yang masih jona hijau tidak perlu di lock down, disamping memberikan bantuan sembako, saya pikir pemerintah harus melakukan mengadakan bibit tanaman bulanan agar petani di sana bercocok tanam. Bukan tanpa alasan, saya lebih melihat begini, cara bertani masyarakat di kampung bukanlah petani kelompok dengan membutuhkan orang sebanyak mungkin, tidak seperti para kapitalis memperkejakan petani dengan gaji kecil dan jumlah orang yang banyak. Di kampung mereka adalah keluraga kecil, masyarakat punya tanah sendiri, sementara jarak kebun masyarakat di sana sangat berjauhan. Hal ini tentunya berbeda di perkotaan, seperti di tempat keramaian, rentang akan viris tersebut sebab begitu banyak warga berkerumun dan berdesakan. Ya kalau di kebun tidak, malah warga kampung di buat lebih sehat karena terus beraktifias dan menambah imun tubuh melawan korona, ketimbang harus mengurung diri di rumah, serta menyajikan tontonan berita di televisi, menurut ibu saya maag-nya suka kambuh karena takut. Hal ini juga membuat frustasi masyarakat dengan ketakutan itu terus menghantui mereka. Demi membantu kelurga sendiri, kenapa masyarakat tidak diberi puput dan bibit sebagaimana untuk meringankan pemerintah yang sekarang barangkali kewalahan memikirkan dana dalam penanganan wabah ini. Bibit ini sebagaimana membantu keluarga untuk memenuhi kebutuhan di tengah pandemi. Dengan cara bercocok tanam, ya buat bekal kedepan ketika pandemi ini belum berakhir. Kita juga belum tahu kapan pandemi ini berlalu. Maluku Utara hampir di setiap desa dampak covid19 belum banyak tersentuh, seperti di Halamahera utara, ketika saya di desa Gorua, masyarakat masih melakukan Sholat berjama,ah yang tidak sesuai protokol pemerintah RI. Kalau semua warga di suru lock down entahlah barangkali tidak hanya wabah korona yang merajalela tetapi di tambah wabah kelaparan. Dengan mengajak petani bercocok tanam masyarakat tidak hanya duduk diam, dan mendamba ke pemerintah tidakpula begitu bergantung ke pemerintah, tapi bisa menghidupi kebutuhan sendiri di musim pandemi sekarang