This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday, February 22, 2020

Saat Napak Tilas di Tapal Batas


Sela-Sela orasi

"Permendagri Tak Semanis Permen Kaki"


Begitulah poster yang bertuliskan kritik terhadap kebijakan Pemerintah Propinsi Maluku Utara, tentang Peraturan Menteri Dalam Negeri.


Sehari saya berada di desa Kuntum Mekar, kecamatan Kao Teluk, Kabupaten Halmahera Utara, Propinsi Maluku Utara.  Memang saya sengaja, belum mau ke Tobelo karena alasan menyaksikan aksi masyarakat kao Teluk, menyoal tapal batas.


Pukul 08 pagi, di Tabanoma, saya di suguhkan sarapan pagi; nasi putih, nasi goreng, ikan teri garu kecap, sambel pedas, dan sayur pepaya, yang sudah di sediahkan ka Upi, salah satu senior saya di organisasi. Tak hanya kami berdua, tapi bertiga. Satunya tak perlu di sebut cukup di simpan dalam hati.  Eyaaaah.

Setelah sarapan kami pertiga  menuju tempat aksi. Saat sampai di sana rupanya pemboikotan sudah di mulai, mobil penumpang lintas Tobelo Sofifi di hentikan, penumpang dari  Tobelo harus turun mencari mobil tuk melanjutkan perjalanan ke Sofifi dan sebaliknya.


Terkait pele jalan  ini tidak hanya di lakukan kemarin,  Sabtu 22-02-2020. Jauh sebelum itu persoalan tapal batas suda menjadi wacana yang tak pernah tuntas. Menurut ka Upi sudah lima kali masa memboikot jalan.


2019 lalu, setelah selesai lebaran, kaka saya bercerita, ketika sedari  di Galela dan balik ke Ternate, mobil mereka di tahan di Kao Teluk. Lalu menunggu aksi selesai baru melanjutkan perjalanan ke Sofifi.  Tentunya aksi saat itu, dengan isu yang sama dan masih hangat di Minggu ini.

 
 Mobil Pemprov di Tahan Masa

Menyaksikan demonstrasi sudah menjadi hal biasa bagi saya, ada yang orasi  sambil marah dan mau membakar mobil Pemrov yang berani sekali lewat di tempat tersebut. Bahkan mobil tersebut di lempar dan di ijak sampai kacanya pecah. Ada pula seorang bapak yang berorasi karena ingin membubarkan aksi, di suru berhenti berbicara dan hampir di keroyok masa aksi, di depan bapak Bupati Halut Frans Manery.

Pukul 10;40. Bupati dan para rombongan datang di tengah masa aksi, asap bakar ban memupul dan menyebar ke mana-mana sampai ke wajah saya. Panas terik matahari tak menghentikan masa berorasi, termaksud Frans Manery. 

Ketika menyampaikan orasi, lelaki yang menggunakan kacamata, dan bertopi hitam begitu antusias saat mengeluarkan bobotan orasi, meskipun di sela-sela perbincangan soal tapal batas  ia terhenti seperti tersendat dan  lupa ketika berbicara soal UDD. Namun kritik pedas  terus dilontarkan kepada Gubernur.


Dengan Microfon di mulutnya, ia berjanji akan terus mengawal masalah ini sampai tuntas, dirinya menyalahkan Gubernur Abdul Gani Kasuba, pada  Tanggal 5 november 2018, mereka membuat  surat dengan catatan 4 desa masuk Halbar dan 2 Desa Masuk Halut.


Ia juga berorasi dengan masa aksi, mempersoalkan "Permendagri Nomor 60 Tahun 2019 Berkah atau Bahala", dengan judul propaganda yang saya baca, agak benarnya juga sih. Sebab keputusan itu dikembalikan ke Permendagri sejak 20 Agustus 2018.  Toh impeknya hambar bagi masyarakat 6 desa. Bahkan Peraturan dibuat tanpa diberi sosialisasi kepada masyarakat.



Pembicaraan ia juga sudah pasti di sorot wartawan dari berbagai media, setelah banyak berbicara dan terus-terus menyalahkan Gubernur, saya yang duduk di bawa tenda berisikan Syound Sistem bersama para opreter, lansung mengatakan, Bupati Halut bakal naik daun, karena media akan memberitakan kedatangan ke sini, entah tujuannya menghadiri pembukaan Folly Ball, ataupun kepentingan moment politik 2020 antara kekuasaan dan cari nama baik, di depan masyarakat.


Media sudah memberitakan Bupati Halut, dan saya sudah membaca berita tersebut semalam.
Bupati Halut Menyampaikan Orasi

Sementara kenapa Gubernur sontak tidak mendengar urusan ini, setelah di kontak dengan alasan beliau keluar kota. ataukah kepentingan politiknya masih jauh. Jadi tidak apa-apa jika tuntutannya tidak digubris. Hehehe.


Di samping itu, saya agak risih ketika dirinya mengatakan bahwa ia bersama masyarakat mencari solusi seperti apa, agar masalah ini tertasi, ia berbicara seolah kehilangan ide, ia berbicara seolah bingung dengan bagimana cara menyelesaikan masalah ini, padahal mereka adalah solusi ketika masyarakat sedang membutuhkan. Lewat kekuasaan di pemerintahan. Lagian aksi ini tidak hanya hari ini kan, jauh sebelumnya sudah di buat, Pak Bupati.


Ini poinnya bagi Bupati, ketika masyarakat Kao Teluk memboikot jalan. Bupati turun bersama masyarakat, media menyoroti, menjadi  wacana publik. Bupati naik daun, karena mengeluarkan statemen pedas kepada Gubernur. Iyah, permainan kekuasan memang seperi ini, saling menjatuhkan.


Setelah dipikir-pikir barangkali tensi aksi bakal naik harus disesuaikan  moment politik, saya mendengar ada pula yang menyampaikan orasi, dengan nada emosi mempertanyakan " kenapa nanti dekat politik baru aksi?", saya sebenarnya agak geram mendengar itu, sebab ia tahu ini moment politik kenapa ia aksi, seolah menuntut masa aksi bubar dan tidak perlu berdemo, dan kenapa harus capek-capek ikut setingan. Aneh-aneh.




***
Aksi terus bergejolak, supir angkot ada yang datang bernegoisasi dengan masa Aksi, namun mereka akan membiarkan mobil itu lewat kecuali membawa ibu hamil, orang sakit, dan orang meninggal. Tentunya mobil tidak seenaknya lewat, 3 mobil tengki yang membawa minyak menuju premium  Kao dan Tobelo juga terhenti.


Masyarakat membuat tenda di jalan, sejak pagi, poster-poster di taru di jalan  depan tenda, kayu dan balok di lintangkan di jalanan, suara-suara saund tak hentinya berbicara soal tapal batas. Dan saya terus menyaksikan pemandangan ini. Meski sesekali saya pusing karena tak sanggup dengan panas matahari.
Tiga Mobil Tengki minyak di boikot


Aksi masa yang tergabung dari Mahasiswa, para Kades di 13  desa dan masyarakat, serta Camat kecamatan Kao teluk. Memang menyimpan sejarah panjang dan perjuangan.

Aksi baru selesai setelah mereka bernegosiasi membuat satu keputusan, akan melanjutkan pemboikotan, sampai masalah 6 desa selesai. Selanjutnya pada senin 24 Februari, bersama Mahasiswa, Kepala-kepala desa, Gubernur, dan Bupati, akan membicarakan tahapan berikutnya di Tobelo.


Saya kira masalah ini sudah berlarut-larut, 6 desa ini sudah lama menjadi perdebatan yang membikin masyarakat bingun dengan administrasi, pasalnya mereka pernah di tolok mengikuti tes PNS karena KTP mereka bermasalah, antara Halut-Halbar...sedih yah.

Saya sering mendengar napak tilas tentang 6 desa ini sejak kuliah semester 2, tahun 2015. Sampai sekarang saya masih saja dipersoalkan. Semoga dapat terselesaikan, bukan tahun depan, atau momentum kekuasaan baru masalah ini dibicarakan, namun harus diseriusi. 


Setelah pukul 05 sore, jemputan saya telah datang, dan saya  melanjutkan perjalanan menuju ke Tobelo, mudik ke kampung di Galela. Sementara masa aksi baru bubar pada pukul 06 sore, dan para supir Sofifi-Tobelo, dengan lega ketika mendengar informasi dari kordinator lapangan.