This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, January 22, 2019

Sepotong Kotoran Dari sebutir pasir


Biarkan cerita ini tenggelam bersama buih di laut, laksaman kerajaan-kerajaan tumbang karena tak mampu menangkis ribuan peluruh yang menusuk ke dada tembok. Di situ semua telah patah seperti anak-anak runtuh karena di asingkan negerinya, gadis-gadis larut dan dibungkam sebab bapak adalah bangsanya.

Kenanglah kekasih, sebelum aku membungkus menjadi barang kanangan yang ditafsirkan banyak orang, dengan rasio yang berbeda-beda. Kenanglah sayang bahwa pada pujaan dan punjangga yang menebar bumbu-bumbu kasmaran kemudian memikat sepenuh tubuhmu, dengan perjumpaan yang manis, membawa pergi kelam bagitu pekat,

Deru ombak mengikis karang di kalbu, membawa risalah ke laut yang dalam, tempat di mana tak terjama, oleh mulut tak lagi membaca, dan jemari lupa menggambarkan sosok misteri buruk menetap  di segumpal daging yang dekat dengan sedih dan senang.


Sudihkah diriku membuka mata batin, lalu memperlihatkan sebutir pasir tuk diputihkan jadi suci, agar langkah tak membawa sepotong kotoran dari pasir, lalu bahasa  jadi tajuk kedamaian di karang yang menahan ombak, di tengah riak-riak hidup selangkah lebih menghargai kisah bukan memporak porandakan setiap yang melayari

Belajar membenah diri.


Friday, January 11, 2019

Lengang







foto; Afni


Di malam yang hening, aku titikan setiap perjalanan yang menghasut berlalu, di deru sejarah bertolak dan paras masih menuntun bertahan di bawa daun-daun kering. sekuntum kembang hinggap di bahu, pesona dan baluran kasmara bagitu membangunkan aku pada sesuatu yang tak terelakan, tak jauh dari hati, meskipun pergi, ia kembali pada pintu ketulusan yang disebut ramah.

di bawa jendela, ku rebahkan diriku dengan segenap rasa yang melara, didenting-denting musik, aku luruhkan segala wajah nan sayu di rambut gerai berantakan, pipi nan tirus, tatapan yang semeraut, berbalut luka masih basah.

Di dinding-dinding, aku menatap penuh ringkih, dengan sejenak mimpi yang hampir pata di tengah gejolak yang membara, di pintu kamar, aku melirik sedih penuh rasa, dengan iming ialah hadirmu menggetarkan sukma, menghampiri penuh tanya dengan tatapan penuh iba.

 Akankah tanya telah kau rangkai dengan bagitu banyak gejolak yang di taburi benih-benih, lalu tumbuh setangkai batasan antara melapas atau memapas setiap kata. Adakah setumpuk pupuk mematikan benalu yang hadir, di tengah hiruk-pikuk? sebatas aksara itu telah meperkenalkan pada sebuah rasa mematikan ini.

semakin lengang malam ini, suara musik semakin terasa, di tubuh kalimat aku merangkai kata, agar bisa menemukan hatimu yang tulus lewat tulisan