Dalam kurung waktu, aku tak ingin mengejar cinta padamu,aku
ingin bungkam dan melepas hubungan tak bersyarat ini.
Aku tahu, kalimat itu adalah keresahan, cemburu yang
berkecamuk, tapi aku takkan menyalahkan dirimu, sungguh. Biarkan aku sendiri
yang keluar dan memahat cinta lainya, di mana pun itu.
Tak ada harapan apapun yang aku dihadirkan dalam hati,
pikiran, dalam segala hal, tak ada pula harapan itu aku memunculkan kembali,
barlah ia hilang bersama gelap di malam hari, dan kembali menampakan senyum di
antara mentari serta detik yang beda.
Panas terik berkecamuk di kamar, peluh bercucuran, aku
masih menggerakan jemari mengukir kata-kata, meskipun aku berhenti sejenak,
memilih frasa yang pas tuk di lukiskan dalam kertas, kadangkalah aku
menampilkan mimik kebingunan, kadangkalah aku harus menghapus peluh di leher,
dan tidur sejenak seraya mengembalikan pikiran yang membungkam nan
membingunkan.
Namun panas tidaklah menghentikan aku terus menulis tentang
saban lalu dan cinta yang pergi. ibarat
sebuah perjalanan aku terhenti di persimpangan. Aku ingin membuat sebuah jalan
lain tuk bisa melanjutkan sejarah ini. Maka biarlah cinta itu pergi pada cinta
sendiri, biarlah sendiri menjadi teman dalam setiap langkah yang kutuju.
di tengah terik, masih saja kutuliskan tentangmu dalam bahasa kepergian dan narasi perpisahan.
0 comments:
Post a Comment